Selasa, 14 Desember 2010

INDONESIA

Cucuran merah kental membasahi bhumi 
Meregang nyawa tak kenal ‘tanpa’
Membusung dada bagai Swa Bhuwana Paksa
Adarma bagi tanah tumpah semesta

Isakan tangis derita nestapa
Dibayar mahal dengan tetesan dan cucuran
Dari perjuangan bambu runcing dalam sejarah
Merah putih berkibar perkasa di udara
Layak mereka menyandang Bintang Kartika Mulia
Untuk setiap gerak langkah
Tetes airmata dan darah
Bagi Bhumi Pertiwi Maha Karya
Hasil perjuangan tiada henti para pahlawan bangsa

Dari pergerakan sumbang daya upaya
Dalam meraih fajar serangan di sudut Yogya
Berteriak lantang gagah perkasa
Dalam semangat juang Maha Putra

Jika ada Garuda di dada
Kebanggaan segenap jiwa
Haruskah lengser berganti rupa
Hanya karena Aksara dalam kitab pidana

Dulu kala,
Hanya satu tujuan utama,
Merdeka !!!

Tanpa berpikir reformasi atau demokrasi
Tanpa melihat Siapa Raja atau Panglima
Abdi atau rakyat jelata
Satu tujuan untuk nusa bangsa
Dalam bhinneka Tunggal Ika
Meraih sang Saka Berkibar di angkasa
Dalam gempita INDONESIA RAYA

Semua kini nampak percuma
Agustus 45 hanya tinggal kenangan bak cinderamata
Mahabarata - Bharata Yudha
Disusupi kurawa dasamuka
Ber devide et impera
Dari Barat sampai ke timur
Dalam pesisir alam Nusantara

Tak ada lagi arti Darah dalam kesucian
Tak ada lagi arti JATAYU Perkasa
Tak ada lagi LIMA PANCA Berperisai Baja
Tak ada lagi ragam dalam Nusantara

Semua sirna....karena ulah manusia

Jayabaya berkata,
Tentang Satria piningit penyelamat bangsa
Hanya kata kata syair belaka
Yang tak kunjung membawa ambarukma
Bagi Bumi pertiwi tercinta
INDONESIA

Sewaktu demi sewaktu
Mengalun dalam desiran pasir yang menderu
Menanti Aruna bersinar di ufuk timur
Walau kabut menutup pekat
Tapi ruas ruas harapan dalam impian
Anjaya dalam hati lubuk sanubari
Walau sampai anumerta dalam nisan kalibata

Ini bangsaku
Ini Negeriku
Ini Tumpah darahku
Ini Bhumiku
Ini Hidupku





















Tak bisa kupungkiri rasa asmaradahana
Dalam Atma dan Atmaja
INDONESIA Tanah Pusaka
INDONESIA Tanah Nan Jaya
INDONESIA Tanah Air Beta

INDONESIA.
by 






15 DESEMBER 2010








Jumat, 10 Desember 2010

Misteri kehidupan dalam kematian

Kami, yang sirna ditiup angin
Mengebas debu dari kaki kami
Kami yang tiada, menjadi sebuah cipta, tanpa busana

Riak dan gelombang membasahi gelap
Dalam berkelana meniti pantai
Melayang, dan melayang
Membalut duka dalam kelam gulita
Menjadi satu iota secercah asa

Jika ada pada mulanya,
Nama atau rupa, tiada wujud
Jika tubuh itu, hina
Salib dan darah hanya untuk hal percuma

Ketika dihembus, bernyawa
Kembali pada akhir
Terbayang dalam kegelapan
Dan kekelaman.
Dingin,..membeku dalam balutan rayap
Menghilang tanggal dalam sisa

Jika pertama dan kedua,
Dicampak-kan dalam kertak lembah ratapan
Maka deraian lain sama saja
Sia sia, percuma.
Kembali akan sirna, dalam kebusukan cacing cacing ditanah
Meratap dalam erangan panjang
Dan dalam rintihan keabadian.
Sekalipun irisan demi irisan dihidangkan
Dalam talam kebesaran.

Untuk apa?

Jika dimensi dilintas dalam ruang waktu
Dan aksara terucap tanpa makna
Kelam itu memporak poranda
Bias meronah dalam merah,darah

Kami menangis,
Dalam simpang jalan
Kami meratap,
Di antara sudut tajam.
Kami memohon, dalam bisikan erang

Jika saja jari ini membeku,
Maka sekamnya api kan tertutup malu.
Jika belas kasih ini tersisa
Mungkin kami akan bisa mendapat sedikit saja biji sesawi.

Tebusan tak pernah sebanding
Noktah merah tak lagi berbekas
Dalam alunan alunan ketidakpastian
Dalam kebusukan dan puing puing kebesaran
Yang kelam, mencekam
Biar lewat dan kemudian menghilang

Pengetahuan kami tak cukup
Menyingkapkan siratan dalam suratan
Misteri dalam keabadian
Sampai bumi hangus berantakan.

Sekali berarti,
Tak pernah lagi berarti.
Lalu mati.
Mati.
Mati.
Mati,
Dan mati.

Mengintai, mendekat
Sekali lagi,
Mati
Bukan kembali dalam kerlip warna dan warni
Bukan kembali, dalam salju, dan patahan cemara.

Namun
Setajam Pedang
Sekuat Halilintar
Sedahsyat topan

Kami, meratap tanpa henti bisa berharap
Secuil saja tetesan embun surga.
Setetes.
Untuk jeritan erangan kami.
Dari lembah terdalam
Gelap.yang benar benar mencekap gulita.
Kertakan – ratapan –pilu,ngilu.
Tolong,
Kami.

BY







Desember 11st- 2010

Minggu, 21 November 2010

PUISI UNTUK AGAMA

Agama harus ciptakan perdamaian
Agama harus ciptakan keadilan
Agama harus bebaskan biaya menuju sorga

Itulah tugas agama
Itulah gunanya agama
Itulah artinya agama

Tempat manusia bersandar dan berharap
Kenapa tidak?
Agama itu ada Firman Tuhan
Firman Tuhan itu untuk manusia
Yang harus kita pelajari sejak dini
Hanya saja kita tak selalu memahami-Nya

Agama harus ciptakan perdamaian
Agama harus ciptakan keadilan
Agama harus bebaskan biaya menuju sorga

Oleh karena itu bebaskan manusia memilih agamanya
Jangan memaksa dan terpaksa
Biar semua menggunakan akal budinya
Biar semua tidak jadi bodoh dan ditipu

Oleh karena itu biarkan semua memilih kepercayaannya
Dan mampu menjaga hidup kebersamaan

Agama agama agama
Mengajarkan surga juga dunia

Agama agama agama
Mengajarkan keindahan hidup berdampingan

Kalau tidak bubarkan saja
Atau biarkan Tuhan yang mengadilinya

Agama harus memberikan ketentraman
Agama harus menghormati kehidupan
Agama harus menghargai perbedaan

Tinggal bagaimana manusianya
Apakah sudah mengerti tentang agamanya?
Ataukah sudah merasa pintar melebihi Tuhannya?
Terserah manusia yang mengaku beragama itu

Kalau salah jangan salahkan agamanya

Agama harus ciptakan perdamaian
Agama harus ciptakan keadilan
Agama harus bebaskan biaya menuju sorga

Kalau tidak bisa bubarkan saja!



121110
Nara sumber puisi : SAJAK UNTUK AGAMA
by TANTE PAKU
Komunitas Blogger Kristen
SABDA SPACE

Sabtu, 13 November 2010

AKU BUKAN MEREKA

PUISI KE-DUA : AKU BUKAN MEREKA

Mereka bilang aku bodoh
Tapi aku dicerdaskan Nya

Mereka bilang aku sakit
Tapi aku disembuhkanNya

Mereka bilang aku lemah
Tapi aku kuat bersamaNya

Mereka bilang aku jatuh
Tapi aku diangkatNya

Mereka bilang aku hancur
Tapi aku dibentukNya

Mereka bilang aku sedih
Tapi aku dihiburNya

Mereka bilang aku salah
Tapi aku dibenarkanNya

Mereka bilang aku berdosa
Tapi aku ditebusNya

Mereka bilang aku menangis
Dan air mataku jatuh
Tapi aku dibuatnya tersenyum,
Dan disekanya airmataku

Mereka bilang aku bukan siapa siapa
Aku NOTHING
Tapi Aku berharga dihadapanNya

Mereka bilang aku begini
Mereka bilang aku begitu
Tapi Dia bilang bukan begini
Dan bukan begitu

Mereka hanya menyindir dan memandang sinis
Menonton saja dan hanya bercaci
Serta kadang memaki

Tapi Dia tidak….
Dia selalu menjadi penolong yang setia
Dia selalu membelai dan memandangku dengan KasihNya

Walau dunia menghimpitku
Tapi Dia selalu memberikan kelegaan padaku

Jadi, perduli apa aku dengan mereka
Dan perduli apa mereka dengan aku?

Mereka tidak mengerti dengan apa yang mereka perbuat
Mereka tidak mengerti dengan apa yang mereka bilang tentang aku

Biarkan aku hidup dalam duniaku
Dan mereka hidup dalam dunia mereka

Karena aku bukan mereka dan mereka bukan aku
Karena aku adalah aku
Dan mereka tetap mereka,

Aku punya Allah Sang Maha Pencipta
Yang tulus dan tak bercacat cela

Jadi. Tinggalkanlah aku, dan hiduplah dalam dunia mereka,
dan bukan duniaku.....
Karena aku hanya perlu DIA yang mengasihiku



by







February 10th - 2o1o
Puisi aku bukan mereka

MEREKA

PUISI PERTAMA : MEREKA

Mereka ada karena ketidakadaan
Kotor, kumuh dan bernoda
Tinggal dalam rumah tak beratap
Dan tidur dalam tanah tak beralas

Mereka ada karena ketidakseimbangan
Tumbuh,tanpa kasih
Dan perilaku tanpa tuntunan

Mereka kuat seperti baja
Dan kokoh seperti pilar dalam istana
Tak ada air mata abu kelabu
Dan tak ada senyum hanya tatapan lugu
Yang terpikir hanya lapar juga dahaga

Mereka hanya setitik dari berjuta nyawa
Yang hidup dalam ketidakadilan dunia
Tapi mereka tetap putra dan putri bangsa
Tunas muda yang berharga

Mereka tak bisa menjerit
Apalagi menangis terisak pilu
Hanya bisa menerima ikhlas
Dengan helaan nafas tak sesal

Sekarang bukan lagi mereka
Tapi kita, saya dan anda

Bisakah kita berbagi setitik cerah
Untuk hamparan kosong agar bermakna
Bagi kita dan hanya untuk mereka
Agar asa bisa menyela
Dan Harap bisa terasa oleh mereka
Agar kita bernafas lega
Karena kita tidak hidup berbangga
Diantara kaisan sampah …
Dan berharganya mutiara

Karena pada akhirnya ..
Tak ada lagi saya , anda dan mereka
Dalam perbedaan status dan kasta
Karena semua kecil dan lemah dihadapanNya
Bagaikan pasir dipantai dan debu diudara

Jika akhirnya debu kembali menjadi debu
Semuanya hanyalah ke sia-sia an belaka
Jika kita mengangkat pandang dan berbusung dada
Untuk menunjukkan siapa diri kita
Semuanya akan sia sia tak bermakna

Untuk itu, jadilah terang dan jadilah garam
Untuk Pencipta, manusia dan dunia

Karena kita manusia yang mulia
Dan berharga bak permata


by







February 1Oth - 2O1O

Puisi untuk: "Mereka"

PIGURA KOSONG


Pigura berbingkai renda
Kilau mengkilat rapih tervernis
Wangi semerbak bau kayu pinus
Rupawan, lagi mengesankan


Tapi,….Kosong….!!!
Tak bergambar dan tak berisi…
Kosong…….
Sebuah pigura tanpa isi….
Hilangkah maknanya?
Atau Hilangkah rupa...seribu muka?


Jika saja baris demi baris kutulis…panjang....
dan lembar demi lembar ku kukisah…
mungkin tak akan menyangka , jika :
Pigura itu hanya sebuah pigura kosong tanpa isi.
Sekali lagi kutanya, jika kosong dan tak berisi, apakah jadi tak bermakna?
Atau tanpa arti dan kemudian mati?


Setiap hati dan setiap jiwa
Setiap sudut dan setiap tatap
Akan ‘merampas’ arti tersendiri
Dari sebuah figura, kosong, tak berisi.


Seorang sahabat berkata :
Alangkah indahnya pigura ini…
Diambilnyalah kursi dan dihadapinya pigura itu berlama lama
Dipandangnya dengan suatu tatapan yang tak hanya setatap
Menembus sampai ke sudut terdalam dalam sebuah dimensi


Dan setelah dia amati dengan puas, beranjaklah dia dan berkata :
"Suatu hal yang sangat luar biasa, bermakna sedalam samudra ....”

Walau tanpa isi sama sekali didalamnya

Narasi................

Melihat apa yang diceritakan sahabat tersebut, membuat suatu inspirasi yang luarbiasa akan arti sebuah pigura yang ‘kosong’... yang tak bergambar dan tak berobyek apapun....hanya kosong dan kosong.....


Kucoba melakukan apa yang sahabat lakukan.
Duduk , memandang dan menatapnya tajam.....
mendalam.... sampai ke dimensi dimana orang lain tak dapat masuk kedalamnya.


Sebuah pigura kosong seperti sebuah perjalanan mesin waktu,
Tanpa tombol start, hanya memikirkan dan masuk, begitu saja terjadi seketika.
Jika kita membayangkan begitu indahnya hidup kita dalam pigura itu...
Tentu diakhir tatapan dan pandangan kita, akan terlintas senyuman kepuasan.
Bila tidak, tentu saja akan ada kesedihan, kemarahan, dan 1001 rasa yang bisa ditawarkan, Bayangkan!!!
‘Hanya oleh sebuah pigura, kosong’

Terasa kosong tapi berisi
Terasa berisi ternyata kosong
Dimensi segala ilusi

Untuk sebuah pigura kosong, yang ternyata sangat bermakna…
Yang didalamnya bercampur aduk segala rasa, asa dan cerita.
Sebuah mesin pemutar tanpa tombol start, yang bisa berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Bisa hilang dan bisa muncul, kapan saja.
Tak terbentur apapun dan tak bersandar apapun.
Jika ingin utara tak akan muncul selatan.
Pigura kosong namun tak kosong….

Untuk seorang sahabat di SS, Joli.
Memandang suatu sudut pandang...menurut sudut pandang kita memandangnya...
Akan arti dari sebuah kekosongan yang tak kosong
Akan sebuah keabstrakkan yang tidak abstrak


by:






Januari 4th-2010

DUA SISI

Dua sisi
Dua pribadi
Raja melahirkan anak Raja
Hamba melahirkan hamba

Kemuliaan, Hormat, Kekuasaan…
Kehinaan, Rendah, dan Kehambaan

Besar dan Luar Biasa
Kecil dan Bukanlah apa apa

Hanya saja Besar tanpa diikuti…
Kecil banyak diminati

Siapakah yang bodoh?
Siapakah yang buta?

Apakah orang buta bisa melihat keindahan dunia?
Orang buta menuntun orang buta

Apakah orang bodoh bisa menguasai dunia?
Naif.....

Pagi buta memohon asa
Pagi buta tertidur lelap tak berdosa
Manja!!!

Melangkah demi selangkah
Setapak demi sejalan
Tapi selalu tertidur lelap
Dalam kemalasan dan kemunafikan

Diluar tampil menawan
Didalam hancur berantakan
Murnikah? Jelas tidak!!!
Atau Kotorkah? Sebuah kepastian

Kembali di ingatkan
Anak Raja selamanya Mulia
Sedangkan sang hamba akankah selamanya Hina?

Dunia boleh menilai
Dan didalamnya banyak kebingungan
Tenang tapi tidak diam
Ricuh tapi begitu bersih
Haruskah kilatan menyambar semesta?
Haruskah Badai menghancurkan jagad raya?

Memporak dan meratakan
Menghilangkan dan membersihkan
Sehingga debu lari berabu
Dan noda bersih berkilau permata

Waktu…
Bukan sebentar, sekejap mata
Lama, ataupun beruban tua
Bukan detik menunggu menit
Dan jam menunggu hari
Tapi……………….
HATI !!!

Sekali lagi,…HATI…
Itu yang diperlu…dan dielu
Bersih dan putih,…murni
Tidak hitam, kelam dan kelabu abu

Satu sisi menjamin
Satu sisi memohon
KESELAMATAN dan KEHIDUPAN ABADI

Tapi kenapa?
Anak Raja tak bertingkah seperti mutiara
Dan budak Hina teguh berhati taqwa

Biarlah…
Biarlah Guruh mengguntur langit
Biarlah laut merombak menara
Dan pijak terbelah dua
Jika tak ada sekali lagi : HATI

HATI yang DIA minta…….

Bangkit dan bangunlah
Sadar dan ingatlah
Sudahi yang perlu disudahi
Tinggalkan yang perlu ditinggalkan
Buka lembar baru hidup mulia
Jangan berpaling jadi batu
Tapi menatap pelangi kan segarkan jiwa

Kini saatnya bertahta
Berlakulah sebagai putra mahkota
Dengan segala hormat dan puji……

Atau
Dimasukkan kelembah nista penuh kertak gigi?
Atau neraka dalam perut bumi?
Tentukanlah itu terjadi
Kini saatnya tanpa menunggu lagi.....


By 







Puisi seorang hamba....
Yang ingin hidup bermahkota
Bersanding bersama Raja
Menyongsong akhir semesta

November 30th -2009
A lonely night

Puisi Tanpa Makna

Tanpa Makna
Puisi Curahan jiwa

Memilih yang kosong
Meninggalkan yang berisi
Lepas…..Bebas……
Dalam satu tumpukan
Rapuh dan terurai – berai
Kosong dan sunyi – sepi

Tertatih dalam gelap
Terantuk dalam terang
Wujud tanpa bayang
Raga tanpa jiwa
Kembali, kosong dan hampa - nila

Landai menurun – terjal
Beriak, buih meluap –ruah
Sekal, tumpah, dan jatuh – karam
Pergi, datang dan menghilang – sirna

Luka berbalut, pedih – perih
Iris dan sayat, menusuk – tikam
Ternganga, berbuih luka- menjerit

Mengertikah jagad belukar rimba
Sadarkah guntur berkelebat petir – menyambar
Tak ada arti
Tak ada makna
Terurai, kulai dan bergulir – lemah
Mengalir, meniti berpusar waktu

Batas tapal duri bertaji
Mengertikah ? sunyi – gelap mencekam

Liar tak terkendali – binal
Budi tak juga berpekerti
Patuh, hanya sebuah mimpi
Tak ada lagi rasa, dan juga asa

Rata datar, tak beralun nada
Sirna dan berpulang jiwa
Gugur berderai – terurai, lunglai
Dalam rintihan pasir berbisik
Dan angin berkeluh – lirih
Sepi….diam….dan kemudian hilang

Sebuah puisi tanpa makna
Hanya hasrat dan goresan pena
Lepas, dan kembali bebas
Tanpa beban, dan tanpa batas
Merdeka dalam sebuah dimensi
Tak berakhir, tak berimbas
Mengalir…mengalir dan mengalir saja
Hingga titik akhir dunia

by







Desember 2009

(T)uhan Remuk-kan aku

(T)uhan meremukan aku
Hancur tak bersisa
(T)uhan melumatkan aku
Hilang tak berbekas
(T)uhan menghancurkan aku
Hingga titik Nol

(T)uhan membuat aku hilang, sirna, dan pergi
(T)uhan membuat aku menjerit, sakit, pedih dan perih
(T)uhan tersenyum disaat aku menangis
(T)uhan memandangku disaat aku tak memandangNya
(T)uhan memperhatikan aku disaat aku tidak memperhatikanNya

Cukupkah (T)uhan?
Untuk semuanya ini?

Remuk – redam – hancur – dan berkeping – sirna

Apalagi yang tersisa dari sebuah titik pecah – ruah?
Apalagi yang bermakna, hilang, sirna tak berbekas rupa

Ini bukan sebuah akhir….
Tapi sebuah awal…

Kemuliaan yang tercipta
Dari satu jiwa bersih dan tanpa noda
Menjadi kebanggaan dan senyum sang raja
Untuk bersujud lutut – dan menjadi hambaNya
Yang terlahir baru dalam jiwa dan bukan rupa
Menantang bahaya siap berlaga
Yang tak mundur hantam didera
Karena Roh kudus telah bertahta
Menjadi kuat dalam lindunganNya
Menjadi kokoh dalam pijakanNya
Menjadi besar dalam kuasaNya

Inilah kisah anak manusia
Yang tak lagi hancur berkeping – nista
Tapi mulia dan penuh asa
Dalam bahagia senyum sang surya
Karena (T)uhan beserta dia
Sekarang dan sepanjang masa

by

Jumat, 05 November 2010

MERAPI

Mereka setia menunggu
Panas itu menghantam tubuh mereka,
Karena apa?
Karena harta benda yang dijaga
Yang Cuma itu saja miliknya

Mereka tak bergeming
Walau yang kokoh dan menjulang tinggi tlah marah
Memuntah melontar semua isinya,
Lagi, dan makin pekat saja
Angin membawanya kesana dan kemari
Abu demi abu merasuki pernafasan…
Membuat semuanya menjadi sesak dan makin berat
Tuk dirasakan…


Namun.................................
Ketika diam kau begitu indah
Dan ketika marah kau begitu ganas, membara
Sudahi amarahmu
Sudahi  pedih perih ini
Ratap mereka apakah belum cukup mengusik rasamu?
Atau tangis dan kematian mereka belum meredakan panasmu
Nyawa demi nyawa yang terus melayang belum cukupkah menyentuh ibamu….

Kau nampak mati
Tapi kau lebih hidup dari pada yang hidup
Mengambil kehidupan dan menciptakan kematian
Apakah itu balasmu?
Atau itu ganjaran kami?

Kulihat mereka yang bertahan untuk hidup
Disaat yang lain ingin mati
Sungguh ironis

Kulihat mereka yang mengharap bisa hidup,
Disaat yang lain, mengharap untuk bisa mati.

Merapi….
Sudahi marahmu
Sudahi lahar panasmu
Sudahi debu abumu
Sudahi energi erupsimu
Yang membasahi bumi pertiwi
Kami, hanya ingin semuanya kembali asri
Kami hanya ingin semuanya kembali berseri……..
Jerit kami,…………………….






Selasa, 26 Oktober 2010

Cuma aku

Dunia katanya dilanda bencana
Silih berganti datang berebutan
Yang terdengar hanya isak tangis dan kematian

Disisi lain yang ada hanya keributan
Huruhara dan anarkis
Mata bertatap mata
Muka bertatap muka
Suara beradu suara
Bisa jadi banjir darah

Ajang mencari tenar
Idola mucul sebanyak penjahat lahir
Pujian disana sini
Makian tak kalah menari nari

Sisi baik tenggelam, sisi buruk tersibak
Ketika sisi baik muncul
Sisi kelam melibas

Jangankan pikirkan semua itu
Dunia dengan segala perubahannya
Bumi dengan kepadatan, huru hara dan bencananya

Untuk makan saja aku susah
Berteduh hanya dikolong langit
Tidur hanya beralaskan koran

Bahagia?
Itu hanya milik orang kaya,...katanya.
Sakit?
Orang miskin tak boleh sakit, itu juga katanya
Semua itu milik orang kaya,
Dan bukan milikku.

Jadi tentu saja aku sama sekali tak terusik
Dengan ini maupun itu
Siapa memukul siapa
Tangan besi menghajar tirani,
Bagiku itu hanya milik mereka
Dan lagi lagi bukan milikku












Aku hanya punya yang belum tentu mereka punya
Iman
Dan kerinduanku pada sang pencipta
Kalau bahagia aku tak punya,
Tapi aku masih punya cinta
Karena semiskin apapun manusia
Dia memiliki CINTA
Dan boleh merasakan itu seperti lainnya.

Berharap?
Tidak.
Aku tidak mau berharap
Hanya mau menjalani setapak demi selangkah
Untuk bisa makan
Berteduh dikolong langit
Dan koran baru untuk alasku tidur,esok

Terimakasih untuk CINTA
Untuk (T)uhan yang beri itu tanpa pandang bulu
Tanpa melihat siapa dari golongan mana
Siapa dari kasta yang mana.

Aku lapar....
Sayang tidak ada yang dimakan
Tidur?
Koran belum selesai dia baca.













Ini Cuma aku,
Ya aku.
Tertinggal bersama koran lama lusuhku.


smile
aku, miskin
aku punya cinta
Oktober 26 -2010



Jumat, 13 Agustus 2010

JERITANKU

Buat apa harus tunggal
Kalau ternyata itu plural
Buat apa harus Satu
Kalau ternyata itu banyak
Apakah harus semacam,
Kalau banyak keanekaragaman
Dan apakah harus sewarna,
Kalau ada pelangi
Penuh warna dan warni

Satu itu pasti
Dua itu pilihan
Tiga
Empat
Lima,
Itu keyakinan

Apakah salah, yang satu memilih yang satu
Dan
Yang lain memilih yang lain?

…..
Apakah benar,
Yang satu merusak yang lain
Dan…..
Yang lain menghancurkan yang lainnya lagi?
…..
Aku percaya :
Akan satu satunya Jalan
Dan
Kebenaran
Dan
Hidup…..

…..
Yang lain percaya kalau yang terakhir,
Akan jadi yang pertama
Dan dia adalah utusanNya…

….
Bahkan dilain sisi,
Kesempurnaan adalah segalanya

Siapa salah dan siapa benar?
ADAKAH YANG LEBIH TAHU,
MELEBIHI YANG MAHA TAHU?

.....
Hilangkah ‘Damai’ itu?
Atau, sirnakah ‘Terang’ itu?
Aku berjalan dalam kegelapan
Dalam lumpur panas berlapis dosa

Yang lain,.....
Berdiri dalam topeng seribu wajah
Berkata “BESAR”, padahal kecil
Berkata “AGUNG” padahal hina dan Nista

Luka dan borok itu terus menganga
Tanpa sentuhan juga perbaikan
Semua berlari mencari kesembuhan

Batu….
Gunung….
Lautan, jadi saksi
Dari kedurjanaan perilaku insani
Yang berlari dalam lembah kelam,
Tempat ratap dan kertak gigi

Untuk apa semuanya ini?

......
Biarlah yang diatas jatuh kebumi
Dan yang didalam muncul dipermukaan
Biarlah yang beriak itu tumpah ruah
Basahi semesta , runtuhlah keberadaannya

.......
Hanya Dia yang bisa berkata, BENAR dan juga SALAH
Juga Dia lah yang berhak MENJATUHKAN, dan juga MENGANGKAT
Bukan hanya sekumpulan ‘debu tanah’ yang tak berarti

………..
Aku menangis dalam kehancuran ini
Aku meratap dalam duka lara berlari

Tak bisa dipungkiri lagi
Jika Barat menjadi Timur
Dan
Utara menjadi Selatan

Semua akan musnah,
Hilang
Dan Sirna……
Hancur berkeping tak bersisa lagi

Hari ini, esok, lusa atau nanti……
Bagiku, semuanya telah lama mati.
Bagai mayat berlapis kafan
Atau tengkorak dalam peti kayu
Bahkan dalam api berabu
Dalam gelap kelam mencekam

......
Buat apa berkata tentang KEBENARAN
Jika balok ada didalam matamu?
Dan
Buat apa mengecam dan berkata Salah,
Jika tak adanya kebenaran dalam hidupmu?

Dia....
Mencipta beraneka ragam :
Rupa
Bentuk
warna, dan raga
Bukan PERCUMA dan TIADA ARTI
Tapi untuk satu tujuan,
Yang tak kita mengerti
Dan
Tak dapat kita selami

……
Jika Otak hanya untuk berpikir jahat
Penuh angkara dan caci maki
Buat apa utuh raga melebihi jiwa
Percuma saja….

……..
Satu bersorak, bebaskanlah
Satu berkiblat, biarkanlah
Satu khusuk dalam kepulan asap, kembalikanlah

Tak ada yang pantas berkata:
“Aku lebih benar daripadamu”
Karena lakumu, belum tentu pikirmu,
Dan jiwamu, bukanlah milik dirimu sendiri

…….
Darah itu merah.
Itu pasti
Itu benar dan tak dapat dipungkiri
Akankah darah menjadi biru
Walau tinggi kastamu, dan banyak kaum-mu?

Kebajikan bukan sebuah janji
Tapi perbuatan yang pasti
Buruk wajah tak masalah,
Asal jangan buruk hati

Kapan yang jatuh tak meratap
Yang lain bertepuk tangan
Dan kapan yang tumbang akan bangkit,
Jikalau hatimu penuh dengan dusta dan benci?

…….
Semua menjanjikan keselamatan
Tapi,……
Dia juga lah yang menentukan

Aku, kamu, dia, atau mereka,
Yang akan pergi ataupun tinggal
Yang akan dituai atau dibakar
Kalau pada akhirnya
Hanya Dia yang berhak memutuskan
Dan hanya Dia yang berhak menghakimi

Biarlah yang BESAR, dan MAHA DASYAT
yang menentukan....
Karena kita ini kecil, dan tak berarti
Dibandingkan-Nya…..


Jeritan seorang smile
Melihat semuanya porak poranda
Atas menjadi bawah dan bawah menjadi atas
Kedegilan dan kebinasaan menanti….
Karena terang itu telah dibuang
Dicampakkan dalam lembah kelam
Agustus 2010-08-13